Islam pernah mengalami masa keemasan yang
berada pada masa khilafah, lantas perlukah mengulang sejarah lagi ? dan menjemput khalifah ke era modern yaitu era
yang sedang kita jalani kini.
Khalifah pernah
berjaya dimuka bumi ini, yang mana berawal dari masa pemerintahan Abu bakar hingga
berlanjut kekhalifah terarkhir Ali. Mereka tersebut yang dikatakan sebagai Khilafah an-Nubuwwah
yaitu Khilafah yang berjalan diatas thariqah kenabian. Sehingga, genaplah apa
yang disabdakan Rasulullah bahwa Khilafah Nubuwwah adalah 30 tahun, dan 30
tahun itu adalah masa Khalifah dari Abu
Bakar, Khalifah Umar bin Khaththab, Khalifah Utsaman bin ‘Affan, Khalifah ‘Ali
bin Abi Thalib serta masa Khalifah Hasan bin ‘Ali. “Al-Khilafah an-Nubuwwah yang ada pada umatku
adalah 30 tahun kemudian setelahnya masa kerajaan”Al-Imam al-Hafidz Ibnu Hajar
al-Asqalaniy didalam kitab yang sudah masyhur yaitu Fathul Bariy syarah Shahih
Bukhari (14/479), jadi “berdasarkan hadits (al-Khilafah ba’diy tsalatsuna
sanah), sesungguhnya yang dimaksud dengan hadits tersebut adalah Khilafah
Nubuwwah (Khilafah yang berjalan diatas metode kenabian), adapun Mu’awiyah
serta penguasa-penguasa setelahnya yang jumlah mereka sangat banyak berjalan
diatas thariqah (tabi’at) al-muluk (raja-raja) walaupun semuanya dinamakan
sebagai Khalifah. Wallahu a’lam.“
Setelah itu (Khilafah an-Nubuwwah)
kepimpinan mulai terbentuk lebih kacau, hal ini bisa dilihat dari cara
pemindahan kekuasaan dengan cara yang curang. Yaitu kelicikan muawiyah yang
bermain politik pada saat perang, padahal kondisinya sudah kalah, dan
berakhir dengan meletakkan Al quran diatas tombak dan mengembalikan
permasalahan sessuai dengan Al quran dan hadis. Ia melakukan kecurangan dalam
mendapatkan posisinya, maka tak heran selanjutnya kepemimpinannya bersifat
turun temurun kepada keluarganya dan menghilangkan sistem suara layaknya
pemilihan pada periode Khalifah Abu bakar hingga Ali.
Kendati
demikian, sistem khalifah telah sampaikan oleh nabi sebelum beliau wafat yaitu
sabda beliau pada suatu kondisi “ Dulu bani
Israil diurus dan dijaga oleh para Nabi setiap seorang Nabi meninggal maka akan
digantikan oleh Nabi yang lain, dan sesungguhnya tidak ada Nabi setelahku, yang
akan ada adalah Khulafa’ (para Khalifah) dan jumlah mereka banyak, para sahabat
bertanya, “lalu apa yang engkau perintahkan kepada kami ya Rasulullah ?
Nabi bersabda, “penuhilah bai’at yang pertama, dan yang pertama, berikanlah
kepada mereka yang menjadi hak mereka, maka sungguh Allah akan mempertanyakan
kepada mereka atas apa yang mereka diminta untuk mengurusinya” [Hadits Riwayat
Imam Muslim]
Dan
kondisi lain, sistem dimasa khilafah lah kejayaan islam datang, kita bisa
melihat bagaimana keberhasilan pada saat Dinasti Muawiyah berkuasa, kita bisa
melihat ketika Umar bin
Abdul Aziz dibai’at menjadi Khalifah. Perubahan besar-besar dilakukan oleh beliau, Masa
gemilang Islam dan penuh kemakmuran walaupun tidak lama. Pada masa ini, tidak
ada kemiskinan di negara Islam, tiada orang yang layak menerima zakat karena
semuanya makmur. Dana dari zakat digunakan untuk membebaskan budak-budak di
Eropa. Berlanjut dengan
Dinasti Abbasiyah yaitu dimana masa kegemilangan islam, ilmu pengetahuan dikuasain
muslim, banyaknya ilmu ilmuwan karena para khalifah berhasil memberikan penghargaan
yang tinggi dan setimpal, ilmu pengetahuan sangat dijunjung tinggi, bahkan atas
setiap buku yang ditulis oleh para penulis akan dibayar emas seberat buku
tersebut. Dimasa inilah Al khawarizmi, dan ibnu jabar dilahirkan. Kepada masa
ini juga penaklukan ke dunia eropa begitu banyak seperti Romawi, hingga Perancis. Kita juga tidak akan lupa bagaimana Sultan Salahuddin al-Ayyubi berhasil membebaskan yarusalem
hingga budi luhurnya mengapuni mereka. Hingga bagaimana Al fatih atau muhammad II membebaskan istanbul dari romawi kuno.
Betapa khilafah adalah masa kejayaan muslim. Dimasa
inilah islam pernah mengusain dunia. Lantas, bagaiman kondisi sekarang? Terutama
diindonesia, haruskah kita mengulang sejarah dan menjemput Salahuddin al ayubi
lagi? Tentu Hal ini menjadi suatu tanda
tanya, terutama kondisi indonesia yang bukan negara muslim tapi negara dengan
populasi muslim terbesar didunia. Maka
timbul tanda tanya kepada penulis, melihat kondisi konfilk yang tak
berkesudahan. Apakah Khilafah harus dihidupkan atau sebaliknya harus
ditiadakan? Melihat kasus pembubaran Ormas HTI yang dianggap berlawanan dengan
Pancasila, maka bisa disimpulkan jikalau Khilafah itu suatu ancaman terhadap
banyak orang, begitulah pemikiran mereka, Tapi pertanyaannya adakah sejarah masa
khilafah yang mendeskripsikan non muslim? Atau mungkin mereka lupa bagaimana Al
fatih memberikan kebebasan beragama kepada mereka setelah menaklukan Romawi.
Sekali lagi akan lahir pro dan kontra yang bervariasi,
dengan alasan yang cukup menarik untuk ditelaah. Semisalnya indonesia akan
menjadi negara khilafah apakah sudah siap? Tentu saja tidak, kondisi indonesia
tidaklah memadai untuk menjadi negara khilafah, bahkan tingkat Aceh yang ingin
mencoba melaksanakan syariat islam saja banyak pertentangan dan pemikiran
liberal muncul seperti melanggar Ham tidak berperi kemanusiaan dan sejenisnya.
Lantas bagaimana bisa menjadi khilfah untuk indonesia? Sedangkan satu provinsi
saja timbul banyak polemik.
Indonesia sendiri mempunyai ideologi pancasila
yang bermakna hidup berdemokrasi karena faktor keragaman yang cukup banyak, maka
jika menjadi negara islam, tentu agar lahir konflik baru karena perbedaan agama
yang ingin diprioritaskan juga. Dan tentu saja keinginan khalifah bukanlah cara
jitu untuk menjadikan dan mendobrak kejayaan islam diindosnesia. Karena faktanya meorasikan
khilafah belum tentu bisa membuat islam maju saat ini. Kasus Arab saudi sebagai kerajaan tentu menjadi suatu contoh,
dimana keberhasilah Arab belum semampu mendobrak keemasan layaknya era dulu.
Lantas Arab yang sudah melaksanakan syariat yang kompleks belum siap mengembalikan
kejayaan islam bagaimana dengan indonesia, yang mempunyai sejuta persoalannya?
Persoalan Khilfah memang menjadi “PR” Untuk kita semua
tapi bukan berarti melakukan tindakan ceroboh yang bahkan bisa memperburuk
kondisi Islam saat ini, kita perjaca bahwa kelak akan datang “Salahuddin Al
ayyubi” selanjutnya yang akan merebut Yarusalem lagi dan akan membebaskan bumi
palestina dari tentara israel. Hal tersebut telah tertera didalam Al quran
lantas kenapa timbul kegaduhan semetara Allah menunggu Ratapan Doa atas
persoalan kita? Kenapa harus pesimis
sedangkan janji Allah atas “Pengulangan Sejarah” telah diulang berulang kali.
Dan kenapa harus pasrah sedangkan kemenangan sudah berada antara sajadah dan
kening?
No comments:
Post a Comment