Monday, 22 January 2018

Perjalanan pertama dan terakhir ke Tebing Lamreh



Asin, asam, pahit, rame rasanya...       
Itulah mukaddimah yang cukup pantas untuk mengawali post today.
            Hari ini saya ingin menulis tentang perjalanan saya menuju Tebing Lamreh yang ternyata cukup menguras tenaga, hingga kesabaran. Karena selain lokasi yang cukup jauh juga fakta lainya yaitu faktor jalan yang terjal dan rusak total, serius anggaplah ini kekecewaan saya dalam perjalanan hari ini, ya juga sekaligus curhat sih yoyoyo.
            Tebing lamreh adalah salah satu tempat wisata yang baru ditemukan, katakanlah demikian . karena usianya tidak sampai 10 tahun, saya pertama kali mendengarnya dari teman saya kala SMA dan itu masa blomiingnya, sedangkan sekarang saya sudah kuliah dan seharusnya udah semeter 5 (Seharusnya -_-) jadinya anda bisa memprediksikan berapa baru tempat wisata ini.
            Dibalik keindahan yang tersembunyi, perjalanan menuju kesana juga mengorbankan banyak hal, mulai dari fisik, hingga batin. Kenapa saya katakan demikian, karena saya mengalaminya hari ini. Dan saya merasa ini hari yang buruk hingga memprihatinkan untuk saya. Sehingga memaksa saya untuk berkata  “ini pertama dan terakhir ya.” 
            Baiklah perjalanan kami kesana mengabiskan waktu kurang lebih  dua jam, hal ini juga faktor daerah tempat tinggal saya yang berada cukup jauh dari perkotaan sehingga untuk kekota saja mengabiskan waktu 45 menit hingga satu jam. Mulanya dalam perjalanan menuju kesana faktor cuaca sangat mendukung tidak terik atau mendung sangat. Hal tersebut disebabkan saya berangkat jam 12 gitu, makan siang hingga shalat dalam perjalanan karena faktor tempat yang jauh sehingga pergi cepat biar awal pulang, tapi sebenarnya itu telat juga sih. Maklumin -_- . Lalu cerita Sedih dihari minggunya dimana??. Nah begini ceritanya kenapa saya sampai katakan ini pertama dan terakhir saya kesana.

            Memang apes sedang menjadi teman perjalanan saya kali ini, banyak kali kesialan eh kekesalan maksutnya, (hush gk boleh bilang sial) yang menimpa saya hari ini, didalam perjalanan yang cukup jauh tiba tiba udara yang bersahabat berubah  seakan memusihi saya, rintik air hujan membasahi kaca Helm saya, sadar tiba tiba Hujan akhirnya kami berhenti lebih cepat untuk salat. Sebenarnya kami bawa mantel cuma karen hujanya gk reda jadi mending nunggu reda, karena males buka lepas kesana. Hingga hujanya reda, akhirnya kami melanjutkan perjalanan , dan yups saya baru tahu jika Lamreh tetangga pasir putih rupanya. Weeee. Dan kejengkelan pun mulai bermunculan, yaps pertama sampai didepan pintu masuk tebing lamreh sudah ada beberapa orang yang berdiri disamping itu, mulanya kami masih terlihat ramah, tapi ketika harga masuk katanya satu kereta 20 langsung tensi kakak saya  muncul, “Abang kirain saya orang baru ya, saya sudah pernah kesini ya, kemarin 5 ribu kenapa jadi membludak 20k ??” lelaki itu terlihat takut ketika kakak saya mulai “berintonasi” suaranya mulai mengecil, memang 20 kok perorang. Karena merasa ditipu kakak saya pun ngotot tidak mau, dia lebih memilih ngadu “argumen“ bukan masalah uangnya sh, Cuma kita ditipu dengna kondisi asli sudah tahu jadi kesel lah. Well terakhir setelah lama berkomat-kamit akhirnya dikasih 10 itupun harus kami ngatai “Awas bang kalau bohong dosa ya,” untung gak disuruh sumpah. Itu kesel pertama, Next lanjut tahap kedua daal perjalanan menuju ketebing ternyata jalan nya tak seindah hayalan saya, well saya pernah mengenyebrangi 10 sungai seorang diri, terjalkan curam, tapi ini beda. Selain terjalkan yg cukup mengerikan, batu gunung tersebut terlalu besar dan tajam, mungkin bisa saya sampai kesana, tapi ditengah perjalanan bau gosong kereta saya. Dalam keadaan ketakutan dan kelelahan saya langusng mematikan kereta dan mencari asal muasal bau tersebut tapi saya tidak paham akhirnya karena takut dengan dampak yang lebih buruk, kereta yang susah sangat saya naikan harus saya turunkan dengan paksa, bedanya ketika naik sebelah kanan dan turun sebelah kiri. ketika menurunkan kami mendorong takut meledak atau sejenisnya karena bau gosong (Efek nonton film action), tapi sial belum berakhir hadeuh maksutnya apes, dalam perjalanan turun lebih sulit terutama karena arah kiri kiri tidak berbatu krikil layaknya arah kanan ketika kami naik melainkan pasir kasar bahkan direm juga  bisa kepeleset. Mulanya ada yang menawarin bantu, tapi merasa masih bisa abaikan, lah sekarang mulai nunggu orang lain untuk minta bantu. Sungguh capek jalan kaki nurunin bukit dan naikin bukit sambil dorong kereta. Serius ini kejadian bikin kapok main kesana. Belum lagi kepikiran kereta yang bau gosong entah dimana perbaikan ditengah rimba kalau gak bisa hidup lagi.
            Setelah mendorong sejenak kami kembali kedekat pintu masuk yang kebetulan ada satu warung, duduk sejenak sambil mengamati kereta yang masih berbau karet dibakar kami akhirnya melepas lelah ditempat tersebut berharap nanti bau nya akan hilang , hingga jam menunjukan jam 3, akhirnya kami mendapat info jikalau perjalanan yang kami tempuh jalan kaki melalui rute kereta tadi akan memakan waktu stengah jam atau lebih, karena bukit dan belokan yang maha banyak, dan ia memberikan jalan potong Cuma lompat pagar dan lebih ekstrim lagi, tapi karena ingin mencari singkat akhirnya kami trima tantangan tersebut, yaelah. Dan memang mulanya cukup berjalan mulus, tapi hampir hampir saja tersesat persoalan selain membukit antara pembatas dari bukit satu dengan bukit lain sangat tinggi jadinya kami harus memutar lagi untuk mencari pintunya, ya, setelah mendengar suara orang kami pun menemukan tempatnya, persoalan muncul, gk ada satupun cewek disitu kecuali diatas tebing yang terlihat berpasangan sedangkan tebing jarak tembuh 150 keatas (belum termasuk naik keatas tebing melalui bukit yang menjulang.) sebernanya kami terlihat santai kala itu, tapi ketika diatas bukit seorang bapak datang menanyai kami imbarat imigran lewat karena kami datang bukan dari jalan yang seharusnya, ok setelah dijelaskan ia paham, tapi sejujurnya saya agak ngeh dengan sikap beliau nyebut diri Abang, padahal muka udah mau punya cucu, terust nawarin antar kami ke tebing sana pakek kereta nya, jelas udah mulai kagak ini kakek, kami Cuma bilang kalo perlu kami panggil karena tugas bapak tu dipintu masuk tebing, ngapain nyasar kesini coba. Akhirnya kami melanjutkan perjalanan serius capek banget, terakhir hikking waktu SMA deh.





            Sesampai ditebing pemandangan memang cukup cantik, terubung karang terlihat jelas padahal jarak atas kebawah lebih dari 5 m ketinggian.  Warna air laut yang hijau berkolaborasi dengan biru dalam indahnya laut, belum lagi pasirnya seberang yang cukup menambah mewah tempat ini . Tiba tiba keingat Sabang, yoyo simplenya ini sabang jarak dekat lah untuk saya. Kamipun mengambil gambar dan beberapa photo dengan gantungan kesayangan saya, sebelum kakek tersebut muncul lagi, gak tahu merasa dibuntuti dia nawarin kesebelah sana udah pergi, disana bagus juga, karena merasa kesal dan juga takut pasti, walaupun udah banyak wanita ditempat kami berada, akhirnya kami pilih pergi untuk pulang, dan ternyata dia manggil nanya pualang terus ?, ya budeg terus kami karena udah kesal. Tapi karena ada dia kami memilih pulang lewat jalan normal kalo lewat hutan yang singkat tadi terlihat  lebih ekstrim karena itu jalan tak berpenghuni sedangkan jalan yang normal, ya jalan terjal yang busuk tadi cuma jauhnya stengah jam lebih kalo tempuh jalan kaki. tapi orang elwat banyak karena jalan sah ke rute tebingnya. Dan betul melelahkan, saya sampai tersesat mulanya walau pun jalan sah, dan cukup, penyesalan selalu datang diakhir ingin kembali lewat jalan ekstrim juga tidak mungkin tapi ini jalan terlalu terjal, sepatu saya sampai mulai koyak, karena kasarnya batu gunung kecik kecik itu, jalanan dilewati oleh beberapa kereta yang terkadang bikin ngedumel, bisa dibayangkan ketika orang klakson dengan mobil sambil berkata jalan kaki ya, uh ingin berkata kasar. Atau ketika ada orang yang sejenis youtuber emperan, berkata dalam laju sepmor nya, “guys ternyata kita jumpat cewek yang cukup tangguh lho untuk jalan kaki ketebing.” Well well well kuanggap sebuah penghargaan masuk kamera elu tong -_- . kala kami melanjutkan perjalanan kaki, air kami mulai menipis hingga memaksa kami beristirahat sejenak, dan juga menikmati rambutan yang saya bawa dari rumah, huuuh. Saya melihat beberapa kambing yang merumput tak jauh dari lokasi kami, dia melihat kami, seakan sedang mentertawakan kami, entah karena faktor saya lagi kesal. Atau dia ingin rambutan yang saya makan juga. Huhu. Perjalanan kami lanjutkan hingga kami berada di tanjakan yang paling mengerikan, kami melihat satu kereta dengan wanita yang mengendaraiknya, mereka memaksa laju dengan kecepatan sedang, dan  memang saya akui keretanya cukup tangguh, tidak keluar asap layaknya kereta saya, padahal sama matic juga -_-. Lah kalo bawa kereta saya juga bisa masalahnya kereta saya sedang “koma” saat ini. Lantas berlanjut dengan sepasang muda mudi yang datang dengan matik juga, bedanya mereka dengan lancar naik, tidak ada hambatan, sedikitpun. Jadi iri deh  -_- bukan pasangan nya keretanya yang gk bermasalah. -_-




            Perjalanan kami menemui titik akhir kedai ala kadar tempat kami meletakkan kereta terlihat, tiba tiba dari kejauhan terlihat beberapa kereta dengan wanita semua, mereka belum lihat jalan terjal saja sudah mendorong gak kebayang kalo jalan yang membuat kereta saya rusak untuk mereka lewati. Ingin ketawa Cuma karena kelelahan lupakan, dan akhirnya mereka memilih jalan kaki, saya hanya senyum dalam imajinasi saya mereka akan mundur ditengah jalan. Dan sesampai disana memang cukup untuk kami beristirahat, tapi tiba tiba ketika saya mengambil sisa rambutan saya baru ingat, “GANTUNGA SAYA KEMANA??!!” cukup membuat saya panik, saya mencari mengobrak abrik isi tas tapi tidak menemukan, yang ada hanya kacamata pada yang secara tak sengaja saya duduki sial bertambah!. Tapi kekhawatiran terhadap gantungan lebih ketimbang kacamata. Saya mengingat ulang dimana terakhir memegangnya, ingin kembali tapi kakak saya tidak mau karena jauh sekali dengan jarak tempuh yang rusak. Seadainya dekat jatuhnya saya ingin kembali sendiri tapi tidak ada bukti dimana terakhir saya memegangnya, takutnya waktu photo ditebing sana saya meninggalkannya. Huaa padahal kesayangan saya, suka banget dari semua gantungan itu yang selalu menemani perjalanan saya. Belum berakhir tiba tiba kereta saya masih bau angus ketika saya pulang, cukup sakit hati duka belum hilang timbul lagi kekhawatiran akan mongok ditengah jalan. Serius hari ini segala persolan muncul hingga membuat perjalanan ini sebagai perjalanan terpahit!! seandainya tempatnya tak bagus.  Sesampai dirumah saya baru menyadari kalau bros saya rusak juga. ok ini pertama dan terakhir ya.


  

4 comments:

  1. Mba jalannya jauh banget ya? Aku liat tebing gitu aja pasti jalan yang dilalui kaya mendaki gunung melewati lembah. Tapi pemandangannya bagus banget mba .. Coba di dukung dengan jalannya yang bagus dan mudah.

    Semoga benda mba yang hilang diganti dengan yang lebih baik yaa aamiin

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya faktor jln yg bikin kesal; tapi memang alamnya mampu meredupkan kekecewaaan saya.

      Aamiin semoga diganti dg yg lbh baik sama yg sama jg boleh masi berharap bkm nisa move on 😂😅😭😷

      Delete
  2. hahaha... "beliau nyebut diri Abang, padahal muka udah mau punya cucu". cerita nya keren... menghibur kak. lanjutkan expedisimu, lana tunggu cerita barunya di blog. hehe

    ReplyDelete