Tsunami
2004 cukup menghancurkan segalanya. Troma berkepanjangan, hingga
korban yang tak terkira cukup menyita mata dunia. Tak sedikit terluka
fisik, dan tak kalah banding yang terluka psikis. Kala itu rumah rata dipukul
air dengan meninggalkan bekas yang tidak terkira. Anak menjadi yatim istri
menjadi janda bahkan tak sedikit yang yang hilang tanpa kabar hingga kini,
entah masih hidup atau meninggal tanpa sempat ditemukan lagi. Kala itu hari
sangat duka, Yang mana menghasilkanya
korban yang tak terduga. Betapa nyawa layaknya buih hilang begitu saja.
14
Tahun telah berlalu. Namun cerita duka dan troma masih membekas untuk Rakyat
Aceh, khususnya yang berlokasi dikawasan pinggiran laut, salah satu tempat
dengan lokasi terparah adalah Lampulo, tempat ini bahkan menjadi salah satu situs
bersejarah selain kapal Apung. Hal
tersebut karena faktor gelombang tsunami yang menyeret sebuah perahu
sejauh satu km hingga berada tepat diatas salah satu rumah warga hingga kini.
Desa Lampulo adalah lokasi situs bersejarah ini berada.
Tempat ini bahkan menjadi salah satu objek wisata yang wajib dikunjungin oleh
turis, baik dari luar kota hingga luar daerah. Menurut Widya selaku penjual dan
juga bagian informasi, kedatangan turis tidak bisa diprediksi juga kebiasaan
mereka datang dalam bentuk rumbongan tour.
Dan Menariknya, ketika kita mendatangi tempat
ini kita bisa langsung bertemu dengan beberapa korban yang selamat dari tempat ini,
salah satunya Bu Yani, kita bisa menanyakan langsung kepada mereka dan bahkan
ada beberapa dari mereka juga menulis buku tentang kisah kelam Tsunami dulu.
Mulai dari yang tersangkut dipohon Kelapa hingga yang terselamat didalam
perahu, semua buku tersebut dijual dilokasi dan juga di kapal apung.
Saat ini Bangkai
penguasa lautan tersebut telah menjadi ikon bagi daerah tersebut, nyatanya kala tsunami
perahu ini berhasil menyelamatkan 59 orang, bahkan salah satu nya adalah
nelayan yang masih tertidur didalam perahu tanpa sadar, beberapa saksi mata
juga melihat buaya dengan ukuran sedang kala air kembali surut dari atas perahu.
Banyak hal membuat kita merenung ketika mendengar cerita langsung dari korban. Memang
tempat ini cukup menarik untuk menjadi wisata rohani. Disana juga kita bisa
mendapatkan banyak hal mulai dari photo yang dijual, dan yang terpampang secara
gratis seperti gambaran photo kala tsunami yang mana hanya menyisahkan satu
rumah yang masih berbentuk. Kita juga bisa melihat nama para korban di rumah
yang disulap menjadi museum kini. Selain menjual buku dan photo, disana juga
tersedia jajanan hingga aksesoris khas aceh yang dijual dengan harga
dan variasi model.
Setelah Tsunami daerah Lampulo cukup terkenal terutama
lokasi tersebut, akhirnya banyak yang memulai usaha untuk menambah pemasukan
dari kedatangan para turis, seperti Bu yani, yang mulanya Ibu Rumah Tangga
akhirnya membuka usaha sampingan. Bagaimanapun hidup terus berjalan jadi kita
harus tetap melihat kedepan. Begitulah seharusnya. Tempat ini cukup menjadi
sarana muhasabah untuk meningkatkan ketakwaan dan kesadaran bahwa dunia hanya
sementara.
Ketika
mendengar Gempa dan Tsunami di Palu, maka langsung terlintas dibenak kita
dengan kejadian Tsunami Aceh dulu, banyak hal yang membuat kita merenung dan
muhasabah akan kasus dihari ini. Dan Bagi saya mengunjungi tempat ini adalah
salah satu bentuk refleksi terhadap bencana di Palu, karena duka mereka hari
ini adalah kisah kita tempo dulu .
Sudah lama sekali ya. Tapi luka dan duka dari tsunami Aceh belum usai. Kini ditambah pula dengan Palu. Dulu pun pernah terjadi tsunami di Pangandaran.
ReplyDeleteiya, terutama yang betul merasakan kondisi berkejaran dengan gelombang besar itu, pasati cukup menyayat ketika tahu kejadian sama berulang di kota yang berbeda
Deletemengingat kembali duka tsunami aceh seperti mengorek kembali luka lama, perih rasanya, semoga keluarga yang ditinggalkan diberi kesabaran.
ReplyDeleteAamiin...
Delete