Tuesday, 17 August 2021

Baju Lebaran Untuk Alif.

Senja mulai meredup seiras munculnya si merah saga, sayup-sayup alunan ngaji mulai terdengar kala kerumunan mulai terlihat langka. Ada banyak hal yang berubah di Ramadan kali ini. Terlihat jelas makhluk beroda dua dan empat menjadi asing, suara di jalanan tak lagi bising, bahkan tak terdengar lagi suara pak Usman yang menawari lemang sambil berkeliling.      
             Tahun ini sangat berbeda, terutama setelah wabah covid. Semua kedok ditampakkan menjadi penjelas dari karakter manusia, jenis kekacauan mulai bermunculan, para penimbun masker hingga hand sanitezer berserakan, sungguh benci dengan segala pesakitan ini, terutama faktor paranoid yang berhamburan layaknya virus tersebut.
             Tiba-tiba Suara sirene tanda berbuka membuyarkan lamunanku. lantas segera kubasahi tenggorokanku sebelum berlanjut menuju tempat wudhu.

***** 

“Ummi, Alif kapan beliin baju lebaranya? kata Alif memulai percakapan.           
“Tadi waktu ke rumah Zaki, dia sudah membeli baju lebaran lengkap dengan sandal barunya” Alif tak berhenti bicara sekalipun mulutnya masih mengunyah. Bagi kami Alif ibarat anak emas, faktor anak bungsu dan laki-laki semata wayang membuatnya cukup manja pada Ummi.     
“Sekarang masih hari ke dua puasa, awal sekali masih, doain biar ada uang ya, supaya bisa beli baju lebaran untuk Alif.” Balas ummi        “Ammin semoga Ummi cepat punya uang supaya Alif bisa punya baju lebaran juga seperti Zaki” Kini ia terlihat lebih fokus dalam doanya yang tak sampai satu menit tersebut. “Shalat yang rajin juga, tarawih jangan ditinggalin karena itu kesempatan yang paling berharga selama Ramadan! Tambah Ida.    
             
 
          
             
              "Oke kak." Suaranya terlihat manja kala itu.
 “Jangan sampai kepergok main lempar sarung di luar sana ya.” Ucapku sambil menutup topik tersebut. Alif kecil tersenyum melihat ke arahku sebelum menanggapi lebih “Hehe.”

*****

“Pokoknya Alif pengen baju lebaran segera..!!” Kata-kata itu tergiang di telingaku, setengah sadar aku terbangun melihat muasal keributan yang terdengar mulai jelas ini.       
            “Lho kenapa ini? Kan kemarin udah janji bajunya bakal dibeli waktu ada uang?”
            Alif setengah terisak mulai berguman “ Iya tapi kata Zaki kalau telat nanti tinggal yang jelek baju lebaranya.”            
            Sepertinya Zaki memberikan dampak yang buruk untuk Alif. Aku menyesal tidak memberikan batasan dalam pertemanan mereka “Mana ada, baju kan banyak di pasar masih, nanti kakak pastiin Alif dapat yang paling bagus sesuai keinginan Alif ya?       
            “Gak mau, Alif pengen sekarang!!” Kini ia mulai merajuk.  
            “Tapi sekarang Ummi lagi gak punya uang, Alif tahu kan  gara-gara corona Ummi gak bisa kerja?” Tambahku           
            “Yasudah kalau gitu ngutang.” Tak peduli dengan masa sulit Alif mulai bertingkah.
            “Biarlah nangis, nanti bakal diam kalau sudah capek.”Respon Ida tak mau ambil pusing.  
            “Hushh kamu ini” Ummi menegur kelakuan Ida yang sangat dingin. Kini terdengar suara Alif yang kembali menangis sejadi-jadinya.        
            “Kamu kalau merasa gak perlu gak usah ngomong Ida.!” Tambahku           
            “Jadi gimana apa nasehat kakak bisa membantu?” ia selalu bersikap menyebalkan.  “Sudah kalian diam semua, Ummi janji bakal  beli bajunya dalam minggu ini jadi Alif gak perlu nangis lagi ya.” Tanggapan Ummi terlihat cukup mempan dan kini sayup-sayup suara Alif mulai tenang. Sementara aku dan Ida menjadi tak senang.

*****

            Sudah kuputuskan..! Aku akan membeli baju lebaran untuk Alif tanpa merepotkan Ummi. batinku, pertimbangan ini ku dapati setelah bepikir panjang semalaman  bagaimana caranya mendapatkan uang, sekalipun statusku yang masih sarjana pengangguran. sungguh  tak tega membiarkan Ummi terbeban dengan tingkah Alif yang sedang keras kepala di kondisi yang sedang tidak bersahabat ini.    
            Lihat Alif gak..? Aku langsung mencarinya. Hari ini rumah terlihat sepi sekalipun PSBB sedang berjalan.            
    “Gak tahu, mungkin main ke rumah Zaki. seperti biasa Ida menjawab dengan pasif. Ingin ku mengomelinya, namun kekesalan pada diri sendiri lebih besar, aku merasa tak becus menjaga Alif yang selalu bermain dengan Zaki. Bagiku pertemanan mereka terbilang tak cocok selain perbedaan status sosial, karakter kedua anak ini bertolakkan, satu tukang pamer dan satu cemburuan. “Aku benci diriku sendiri”  lagi-lagi aku hanya bisa berguman.           
            Tiba-tiba Alif muncul dengan baju nya dipenuhi bulu kucing.          
“Astaga kenapa ini …? ” Ia tertawa kecil melihat bajunya. Namun aku mengontrol diri sebelum menyampaikan misi ini yang telah ku pikirkan secara matang.      
“Alif pengen baju lebaran kan??        
“Udah dibeli ya kak?  Responnya antusias kala itu   
“Ehm.Bagaimana kalau kakak yang belikan?
“Mau mau!” responya terdengar antusias.     
“ Iya dong ditambah sandal baru sekalian biar sepasang terus.” Alif kecil kegirangan
           Ida tercengang, tak tahan, ia menumpahkan tanya. “emang punya uang?”  ia selalu menyebalkan namun yang bisa kulakukan hanya mengabaikan. Dan kembali fokus kepada harapan Alif kecil terhadap baju baru untuk lebaranya nanti.          
 “Tapi syaratnya Alif bantuin kakak ya..? ”Setengah bingung ia bertanya, “Bantu apa?”    
“Gampang banget, yang penting Alif nurut dan bantuin kakak maka harapan untuk dapat baju baru bakala terkabulkan.” Ia menganguk  walau masih ada tanda tanya yang belum terjawab.

                                                            *****
            Alif…! Suara Zaki terdengar jelas kala itu.  Ummi langsung menghampiri  sebelum Alif bangun untuk menemuinya. “Biar Ummi saja, Alif bantuin kakak ngaduk adonan disini ya.” Kataku langsung memotong pergerakkan Alif yang ingin keluar, ia hanya mengangguk kecewa ketika melihat langkah Ummi yang menuju keluar rumah. Aku merasa tak enak hati mencoba memisahkan mereka namun memang inilah opsi terbaik selain karena ia harus membantuku membuat kue untuk dijual di sore nanti.            
     “Assalamualaikum” tiba-tiba Zaki datang dengan antusiasnya. Sedikit terkejut namun ku merespon pelan. Sepertinya Ummi memberikan dia cela“
    “Waalaikum salam Zaki, maaf ya Alif lagi sibuk buat kue sekarang jadi gak bisa main sama Zaki dulu.” Kataku memberi tanda
 Iya tadi Ummi ada bilangin kalau Alif lagi buat kue untuk dijual nanti sore, boleh Zaki bantuin  biar bisa cepat selesai?           
    “Eh jangan, ini tugas kakak, Zaki lihat aja ya..?        
    “Tapi Zaki pengen bantu biar cepat dibeliin baju Alif nya, jadi bisa lebaran bareng nantinya.”
 Jleb..! tiba-tiba aku merasa menjadi orang paling jahat setelah mendengar ucapannya. Entah siapa yang memberi tahu Zaki tentang tujuan utama dari  membuat kue ini. Namun ini cukup memperjelas bagaimana karakter Zaki sebenarnya. Kini dalam keadaan bersalah kuizinkan ia memberi bantuan.       
      “Eh nanti waktu lebaran kita ke rumah pak Mukhlis hari pertama ya soalnya kalau hari kedua beliau tidak ada di rumah” Alif terlihat begitu bahagia dan bahkan memposisikan ku selayaknya tidak berada ada disitu.  
       “ Ia dong, pak mukhlis harus hari pertama soalnya kalau kasih THR paling banyak.” 
Aku tersenyum melihat perbincangan mereka yang bahagia  itu. Dan ini menjadi kenangan terindah yang akan membekas di kemudian hari.

*****

Sudah 4 hari Zaki tidak terlihat. Ekspresi Alif terlihat bingung ketika ku tanya tentang Zaki karena sebagai teman dekat dia juga tidak mendapat kabar. Tetiba aku menjadi kangen dengan bocah bandel itu.
            “Memang keluarga bu ningsih jarang nampak beberapa hari ini.” tambah  Ummi.
            “Kakak belum tahu gosip ya?”          
            “Gosip Apa..?” tanya nya setengah bingung.
           “Kabarnya Suami Bu Ningsih positif Covid “Aku setengah terkejut mendengarnya.                                 
“Astagfirullah Serius kamu,jangan menyebarkan gossip.”    
            “ia semoga hanya sebatas gossip saja ya” tambah Ida.             

Dan ternyata semua itu adalah fakta kala Sebuah ambulance datang ketika malam untuk menjemputnya Pak Isa, Keluarganya pun kini berstatus ODP, dan harus di isolasi sekeluarga. Fokus ku masih sama ke arah pak Isa sebelum sadar bocah beransel mungil keluar dalam keadaan ketakutan dan kebingungan.“ aku terkejut.! 
        “Kak, Zaki berangkat ya? Alif bertanya kepadaku dalam keadaan bingung, untuk anak berumur 7 tahun terlalu sulit untuk menjelaskannya. 
         “Ia tapi bakal pulang lagi kok” kata ku menghiburnya. Kulihat tatapan Zaki sekilas, sebelum melihat ke arah Alif yang terlihat kosong. Paranoid pun kembali bermunculan, bukan saja faktor warga pertama yang positif di daerah sini tapi juga karena kami sempat berinteraksi langsung dengan Zaki. Aku merasa cukup khawatir terutama karena ia teman dekat Alif. Namun aku hanya bisa berdoa sekaligus memastikan kami semua juga dalam keadaan baik di saat genting seperti ini.

                                                                        *****
             Tak terasa dua hari lagi suara gema takbir akan terdengar , harum kuah sie reboh mulai tercium dari dapur ke dapur. Ucapan Minal Aidhil pun mulai dirangkai dari berbagai sisi. Terlihat suasana lebaran mulai kembali, setelah korona mulai terlihat pergi.    
        “Wi Tadi bu ningsih mampir kasih ini” kata Ummi sembari memberikan sebuat kertas berisi baju, Kulihat sejenak sebelum bertanya untuk penjelas, cukup mudah kupahami kondisi ini, Namun yang menjadi permasalahannya bagaimana bisa aku memberikannya untuk Alif di sisi lain ia masih menunggu kepulangan Zaki hingga hari ini.” Harapan untuk mempunyai baju baru sudah terpenuhi jauh hari. Namun ada harapan baru yang sempat pupus setelah janji lama yang tidak bisa terpenuhi. Ya Kali ini Alif harus ke rumah pak mukhlis seorang diri.  

 


Anyway cerita ini fiktif ,yang digunakan untuk ikut lomba dulu, ada beberapa jenis cerpen lainnya juga yang bisa diakses selengkapnya ada di Wattpad, Mungkin kita bisa berteman juga disana @inialutarfus

No comments:

Post a Comment