Senja mulai meredup seiras munculnya si merah saga, sayup-sayup alunan ngaji mulai terdengar kala kerumunan mulai terlihat langka. Ada banyak hal yang berubah di Ramadan kali ini. Terlihat jelas makhluk beroda dua dan empat menjadi asing, suara di jalanan tak lagi bising, bahkan tak terdengar lagi suara pak Usman yang menawari lemang sambil berkeliling.
Tahun ini sangat berbeda, terutama setelah wabah covid. Semua kedok ditampakkan menjadi penjelas dari karakter manusia, jenis kekacauan mulai bermunculan, para penimbun masker hingga hand sanitezer berserakan, sungguh benci dengan segala pesakitan ini, terutama faktor paranoid yang berhamburan layaknya virus tersebut.
Tiba-tiba Suara sirene tanda berbuka membuyarkan lamunanku. lantas segera kubasahi tenggorokanku sebelum berlanjut menuju tempat wudhu.
*****
“Ummi, Alif kapan beliin baju lebaranya? kata Alif memulai percakapan.
“Tadi waktu ke rumah Zaki, dia sudah membeli baju lebaran lengkap dengan sandal barunya” Alif tak berhenti bicara sekalipun mulutnya masih mengunyah. Bagi kami Alif ibarat anak emas, faktor anak bungsu dan laki-laki semata wayang membuatnya cukup manja pada Ummi. “Sekarang masih hari ke dua puasa, awal sekali masih, doain biar ada uang ya, supaya bisa beli baju lebaran untuk Alif.” Balas ummi “Ammin semoga Ummi cepat punya uang supaya Alif bisa punya baju lebaran juga seperti Zaki” Kini ia terlihat lebih fokus dalam doanya yang tak sampai satu menit tersebut. “Shalat yang rajin juga, tarawih jangan ditinggalin karena itu kesempatan yang paling berharga selama Ramadan! Tambah Ida.
"Oke kak." Suaranya terlihat manja kala itu.
“Jangan sampai kepergok main lempar sarung di luar sana ya.” Ucapku sambil menutup topik tersebut. Alif kecil tersenyum melihat ke arahku sebelum menanggapi lebih “Hehe.”
*****
“Pokoknya Alif pengen baju lebaran segera..!!” Kata-kata
itu tergiang di telingaku, setengah sadar aku terbangun melihat muasal
keributan yang terdengar mulai jelas ini.
“Lho
kenapa ini? Kan kemarin udah janji bajunya bakal dibeli waktu ada uang?”
Alif
setengah terisak mulai berguman “ Iya tapi kata Zaki kalau telat nanti tinggal
yang jelek baju lebaranya.”
Sepertinya
Zaki memberikan dampak yang buruk untuk Alif. Aku menyesal tidak memberikan
batasan dalam pertemanan mereka “Mana ada, baju kan banyak di pasar masih,
nanti kakak pastiin Alif dapat yang paling bagus sesuai keinginan Alif ya?
“Gak
mau, Alif pengen sekarang!!” Kini ia mulai merajuk.
“Tapi
sekarang Ummi lagi gak punya uang, Alif tahu kan gara-gara corona Ummi gak bisa kerja?”
Tambahku
“Yasudah
kalau gitu ngutang.” Tak peduli dengan masa sulit Alif mulai bertingkah.
“Biarlah
nangis, nanti bakal diam kalau sudah capek.”Respon Ida tak mau ambil
pusing.
“Hushh
kamu ini” Ummi menegur kelakuan Ida yang sangat dingin. Kini terdengar suara
Alif yang kembali menangis sejadi-jadinya.
“Kamu
kalau merasa gak perlu gak usah ngomong Ida.!” Tambahku
“Jadi
gimana apa nasehat kakak bisa membantu?” ia selalu bersikap menyebalkan. “Sudah
kalian diam semua, Ummi janji bakal beli
bajunya dalam minggu ini jadi Alif gak perlu nangis lagi ya.” Tanggapan Ummi
terlihat cukup mempan dan kini sayup-sayup suara Alif mulai tenang. Sementara
aku dan Ida menjadi tak senang.
*****
Sudah
kuputuskan..! Aku akan membeli baju lebaran untuk Alif tanpa merepotkan Ummi.
batinku, pertimbangan ini ku dapati setelah bepikir panjang semalaman bagaimana caranya mendapatkan uang, sekalipun
statusku yang masih sarjana pengangguran. sungguh tak tega membiarkan Ummi terbeban dengan
tingkah Alif yang sedang keras kepala di kondisi yang sedang tidak bersahabat
ini.
Lihat
Alif gak..? Aku langsung mencarinya. Hari ini rumah terlihat sepi sekalipun PSBB sedang berjalan.
“Gak tahu, mungkin main ke rumah Zaki. seperti biasa Ida menjawab dengan pasif.
Ingin ku mengomelinya, namun kekesalan pada diri sendiri lebih besar, aku
merasa tak becus menjaga Alif yang selalu bermain dengan Zaki. Bagiku
pertemanan mereka terbilang tak cocok selain perbedaan status sosial, karakter
kedua anak ini bertolakkan, satu tukang pamer dan satu cemburuan. “Aku benci
diriku sendiri” lagi-lagi aku hanya bisa
berguman.
Tiba-tiba
Alif muncul dengan baju nya dipenuhi bulu kucing.
“Astaga kenapa ini …? ” Ia tertawa kecil melihat bajunya. Namun aku mengontrol
diri sebelum menyampaikan misi ini yang telah ku pikirkan secara matang.
“Alif pengen baju lebaran kan??
“Udah dibeli ya kak? Responnya antusias
kala itu
“Ehm.Bagaimana kalau kakak yang belikan?
“Mau mau!” responya terdengar antusias.
“ Iya dong ditambah sandal baru sekalian biar sepasang terus.” Alif kecil
kegirangan
Ida
tercengang, tak tahan, ia menumpahkan tanya. “emang punya uang?” ia selalu menyebalkan namun yang bisa
kulakukan hanya mengabaikan. Dan kembali fokus kepada harapan Alif kecil
terhadap baju baru untuk lebaranya nanti.
“Tapi syaratnya Alif bantuin kakak ya..?
”Setengah bingung ia bertanya, “Bantu apa?”
“Gampang banget, yang penting Alif nurut dan bantuin kakak maka harapan untuk
dapat baju baru bakala terkabulkan.” Ia menganguk walau masih ada tanda tanya yang belum
terjawab.
*****
Alif…!
Suara Zaki terdengar jelas kala itu.
Ummi langsung menghampiri sebelum
Alif bangun untuk menemuinya. “Biar Ummi saja, Alif bantuin kakak ngaduk adonan
disini ya.” Kataku langsung memotong pergerakkan Alif yang ingin keluar, ia
hanya mengangguk kecewa ketika melihat langkah Ummi yang menuju keluar rumah.
Aku merasa tak enak hati mencoba memisahkan mereka namun memang inilah opsi
terbaik selain karena ia harus membantuku membuat kue untuk dijual di sore
nanti.
“Assalamualaikum” tiba-tiba Zaki datang
dengan antusiasnya. Sedikit terkejut namun ku merespon pelan. Sepertinya Ummi
memberikan dia cela“
“Waalaikum salam Zaki, maaf ya Alif lagi sibuk buat kue sekarang jadi gak bisa
main sama Zaki dulu.” Kataku memberi tanda
Iya tadi Ummi ada bilangin kalau Alif
lagi buat kue untuk dijual nanti sore, boleh Zaki bantuin biar bisa cepat selesai?
“Eh jangan, ini tugas kakak, Zaki lihat aja ya..?
“Tapi Zaki pengen bantu biar cepat dibeliin baju Alif nya, jadi bisa lebaran
bareng nantinya.”
Jleb..!
tiba-tiba aku merasa menjadi orang paling jahat setelah mendengar ucapannya.
Entah siapa yang memberi tahu Zaki tentang tujuan utama dari membuat kue ini. Namun ini cukup memperjelas
bagaimana karakter Zaki sebenarnya. Kini dalam keadaan bersalah kuizinkan ia memberi
bantuan.
“Eh
nanti waktu lebaran kita ke rumah pak Mukhlis hari pertama ya soalnya kalau
hari kedua beliau tidak ada di rumah” Alif terlihat begitu bahagia dan bahkan
memposisikan ku selayaknya tidak berada ada disitu.
“
Ia dong, pak mukhlis harus hari pertama soalnya kalau kasih THR paling
banyak.”
Aku tersenyum melihat perbincangan mereka yang bahagia itu. Dan ini menjadi kenangan terindah yang
akan membekas di kemudian hari.
*****
Sudah 4 hari Zaki tidak terlihat. Ekspresi Alif
terlihat bingung ketika ku tanya tentang Zaki karena sebagai teman dekat dia
juga tidak mendapat kabar. Tetiba aku menjadi kangen dengan bocah bandel itu.
“Memang
keluarga bu ningsih jarang nampak beberapa hari ini.” tambah Ummi.
“Kakak
belum tahu gosip ya?”
“Gosip Apa..?” tanya nya
setengah bingung.
“Kabarnya
Suami Bu Ningsih positif Covid “Aku setengah terkejut mendengarnya. “Astagfirullah Serius kamu,jangan
menyebarkan gossip.”
“ia
semoga hanya sebatas gossip saja ya” tambah Ida.
Dan
ternyata semua itu adalah fakta kala Sebuah ambulance datang ketika malam untuk
menjemputnya Pak Isa, Keluarganya pun kini berstatus ODP, dan harus di isolasi
sekeluarga. Fokus ku masih sama ke arah pak Isa sebelum sadar bocah beransel
mungil keluar dalam keadaan ketakutan dan kebingungan.“ aku terkejut.!
“Kak,
Zaki berangkat ya? Alif bertanya kepadaku dalam keadaan bingung, untuk anak
berumur 7 tahun terlalu sulit untuk menjelaskannya.
“Ia
tapi bakal pulang lagi kok” kata ku menghiburnya. Kulihat tatapan Zaki sekilas,
sebelum melihat ke arah Alif yang terlihat kosong. Paranoid
pun kembali bermunculan, bukan saja faktor warga pertama yang positif di daerah
sini tapi juga karena kami sempat berinteraksi langsung dengan Zaki. Aku merasa
cukup khawatir terutama karena ia teman dekat Alif. Namun aku hanya bisa berdoa
sekaligus memastikan kami semua juga dalam keadaan baik di saat genting seperti
ini.
*****
Tak terasa dua hari lagi suara gema takbir
akan terdengar , harum kuah sie reboh
mulai tercium dari dapur ke dapur. Ucapan Minal Aidhil pun mulai dirangkai dari
berbagai sisi. Terlihat suasana lebaran mulai kembali, setelah korona mulai
terlihat pergi.
“Wi
Tadi bu ningsih mampir kasih ini” kata Ummi sembari memberikan sebuat kertas
berisi baju, Kulihat sejenak sebelum bertanya untuk penjelas, cukup mudah
kupahami kondisi ini, Namun yang menjadi permasalahannya bagaimana bisa aku
memberikannya untuk Alif di sisi lain ia masih menunggu kepulangan Zaki hingga
hari ini.” Harapan untuk mempunyai baju baru sudah terpenuhi jauh hari. Namun
ada harapan baru yang sempat pupus setelah janji lama yang tidak bisa
terpenuhi. Ya Kali ini Alif harus ke rumah pak mukhlis seorang diri.
No comments:
Post a Comment