Saturday, 23 December 2023

Jangan sekolahkan anak anda di pesantren


Beberapa hari yang lalu saya baru saja menonton salah satu video dakwah lokal, ada beberapa statement yang menjadi titik temu untuk saya sehingga mengingatkan segala memori berkaitan dengan pesantren. Hemat saya "Inti dari penceramah itu ialah hari ini banyak sekali orang tua menyekolahkan anaknya yang pintar di sekolah unggulan sebaliknya untuk anak yang bandel dan bertingkah alias susah diatur dibuang ke Pesantren atau dayah" inilah yang membuat saya melahirkan postingan kali ini dengan judul topik . "Jangan sekolahkan anak di Pesantren" Kalau Anda berniat dia berubah menjadi baik.
     Saya nggak tahu apakah ini bisa dibilang mengulik sisi gelap ponpes yang jadi rahasia umum, atau sekedar refleksi untuk para orang tua yang merasa nggak sanggup ngurus anak sehingga dilempar buangkan ke Dayah dan pesantren, agak kasar sih. tapi poin pentingnya ialah memang ceramah yang Saya dengar itu sangat realistis dengan pengalaman yang terjadi di lingkungan saya. Jadi kali ini saya ingin berbagi cerita.
      Saya menghabiskan masa SMA saya di boarding School, dengan beragam latar orang yang saya jumpai kala itu, dan salah satunya ialah para alumni Pesantren dari berbagai wilayah, ada yang buat saya lebih spesifik mempertanyakan kondisi saat itu ketika saya berada pada masa orientasi, kenapa saya nggak bisa ngebedain alumni Pesantren dengan alumni SMP umum, kasus lainnya yang saya temui malah lebih unik, saya tidak bicara perihal pakaiannya yang oh ternyata tidak memenuhi kaidah sebagai alumni pesantren semisal jilbab yang tebal pakai kaus kaki dan sejenisnya, layak ekspektasi kita alumni Pesantren tapi sikapnya karena kondisi saat itu yang bandel adalah para alumni Pesantren ketimbang anak-anak alumni SMP biasa " Vocabulary bahasa Arab yang saya pelajari ketika pertama kali berinteraksi dengan para mereka kala itu ialah kirdon yang artinya monyet" sejenis kata ejekan atau sapaan mungkin untuk orang yang nggak disukai mereka. Agak shock pasti gk semua tapi yg muncul di permukaan malah mereka.
     Akhirnya suatu ketika saya berkesempatan mendengar beberapa cerita dari teman-teman yang ternyata mereka dipaksa orang tuanya untuk masuk ke pesantren salah satunya teman saya yang laki-laki yg cukup bandel sering ribut dan gangguin anak lain, dia bercerita kalau misal bapaknya sangat ngotot dia tidak boleh keluar dari pesantren (jadi ceritanya dia lulus pesantren tingkat SMP dan ingin melanjutkan di SMA biasa) tapi bapaknya tidak mengizinkannya berakhir dia pindah sekolah dari pesantren ke boarding School umun sebagai keringanan tapi tetap harus diasramakan. Ya sekarang saya paham dia ingin bebas susah diatur tapi bapaknya tetap ngotot mengatur anaknya di dalam "penjara suci" kalau kata anak boarding school. Versi ceweknya lebih lucu lagi dia bercerita sengaja pindah dari pesantren ke boarding School biar nggak ketat kali aturan keagamaan tapi berakhir kayak masuk pesantren lagi, dia mengeluh karena ternyata di boarding School kami diwajibkan juga pakai ciput jilbab tebal pakai kaos kaki sampai manset tangan ya hampir sama sih kayak Pesantren bedanya kami nggak belajar bahasa Arab dan beberapa aturan yang lebih dimodifikasi lebih ringan, kami juga ngaji malam ngaji kitab pokoknya kalau denger cerita orang nih bikin ngakak soalnya mayoritas mereka masuk ke sini pelarian juga dari pesantren yg cukup ketat peraturannya.
     Ada beragam polemik lain yang menjadi alasan kenapa tidak boleh membuang anak ke pesantren, salah satunya ialah menjadikan anak baik atau yang tidak bersalah sebagai korban. Bullying di pesantren pun juga bisa lebih parah dari SMA umumnya, pengalaman saudara saya Dia disuruh cuci piring sampai ke baju oleh seniornya tapi syukurnya dia orang yang nggak lembek alias nggak bisa didikte. Sayangnya saya pernah suatu ketika dalam perjalanan pulang kuliah berhenti di kios tempat pengisian bensin tiba-tiba sang ibu penjual menyelentuk dek nanti kalau misal ada anak kecil yang jalan kaki pakai ransel tolong bentar ya dia orang baru kabur dari pesantren kasih tumpangan, tadi dia nangis pinjam hp telepon orangnya tua suruh jemput tapi nggak ada yang mau jemput, padahal dia di tendang sama seniornya perihal air galon. Sayang banget denger cerita ibu ini nangis tapi saya kurang beruntung ketemu anak itu lagi di perjalanan pulang. Yang bisa menempuh jarak mungkin beberapa kecamatan.
    Bagi saya sebenarnya kejadian seperti ini tuh bukan suatu hal yang baru lagi ketika saya di boarding School pun sering terjadi. Bedanya dari pengalaman teman-teman saya yang jadi korban lebih kuat nggak sampai ke tahap kabur lebih ke nangis. Makanya kenapa dari awal sekiranya orang-orang yang merasa tabiat anaknya buruk jangan dilempar ke dayah atau pesantren dengan harapan anaknya menjadi baik karena itu kesalahan fatal mungkin ada berubah dan berimpact tapi hanya sebagian kecil. Bully memang selalu ada entah dari SMA atau Pesantren namun yang membedakannya adalah bullying di pesantren berefek lebih banyak, entah pihak anak yang tidak bersalah sampai ke pondok pesantrennya sendiri sehingga dianggap Pesantren sebagai institusi Islam bukannya mengubah anak menjadi sholeh tapi malah menjadi anak yang salah dan terkenal kasus pelanggaran yang mencuat. Kalian pasti sering dengar bullying di SMA atau pelecehan di SMA sama gurunya tapi kalau misal kejadian ini terjadi di pesantren itu beritanya bakal lebih meledak kan?


    berita ini sempat heboh beberapa minggu atau bulan yang lalu dan pastinya orang langsung membabi buta menghantam statement hafiznya padahal itu tidak bisa menjadi barometer seseorang Soleh atau enggak. Karena dari pengalaman ada yang memang karena permintaan orang tuanya anak dimasukan ke sekolah hafalan Quran dengan harapan berubah tapi karakternya dia gk bisa diubah walau cukup pintar karena kemampuannya hafalannya bisa mengejar target hafalan 30 juz dengan mudah tapi ya tabiatnya nggak bisa dirombak cuma hafalannya aja bertambah. 
        Kasus parahnya lagi saya pernah benar mendengar cerita teman saya yang jadi korban dis*domi oleh temannya, bukan teman satu sekolah tapi teman pesantren luar kota yg gak bisa saya sebut merk dan hal ini ternyata banyak juga kejadian di pesantren sempat shock, tapi sekarang saya paham kenapa ketika saya tinggal di boarding waktu kuliah para ustazah selalu memperingatkan untuk tidak tidur sekasur berdua dengan teman walau sebatas lagi nonton, karena kita nggak tahu pikiran asli dari teman kita normal atau enggak. Dulu waktu SMA saya sering tidur di kamar teman saya dan dipanggil keamanan suruh balik ke kamar masing-masing, nggak boleh walau tidak dibuat aturan secara khusus. Pencurian pun juga nggak bisa dihindari, nggak baju jilbab ya selalu ada kemungkinan hilang, junior saya dulu pernah hilang dalaman tapi kayaknya nggak mungkin cewek mau nyolong bekas kayaknya emang ada orang luar yang masuk sejenis laki2 mesum ke jemuran, atau salah ambil.
     Namun terlepas dari beragam skandal yang sering kejadian di asrama atau Pesantren sebenarnya sangat menarik saya tidak pernah menyesal pernah di boarding walau mengalami beragam drama juga layaknya di pesantren karena cerita asrama itu sangat menarik untuk diceritakan di kemudian "apakah saya pernah menangis" ya pastinya. Namun saya tidak mempermasalahkannya kini. Satu satunya yg saya khawatirkan ialah ada orang tua yang berekspektasi anaknya yang bandel bisa berubah di pesantren padahal sebaliknya anaknya menjadi pelaku perundungan, dan sejenis membuat kekacauan lain yang membuat jelek nama sebuah instansi keislaman itu.
     Seringnya persepsi orang terhadap pesantren yang berharap bisa mengubah semua orang sehingga membiarkan anaknya dididik keras ternyata tidak selalu baik untuk semua orang, beberapa memang bisa menjadi kuat secara mental dan disiplin dalam banyak hal tapi itu tidak bekerja pada semua orang, sehingga saya pribadi melihat kepada setiap orang tua atau calon orang tua wajib mengenali karakter anak, dan menyelami ilmu parenting dengan cara terbaik sebelum mengambil tindakan layaknya di pesantrenkan. Banyak kasus anak dengan kondisi fatherless berakhir di pondok, apakah harapan mereka selayaknya akan dirawat oleh anaknya nanti di hari tua setelah spam ayat hadits berbakti orang tua? Belum tentu. Karakter anak harus dibentuk dari keluarga sendiri, bahkan sekiranya pondasi kuat tidak perlu masuk pesantren pun insya Allah tetap bisa sholeh, kalian bisa becermi dengan penulis Dewi Nur aisyah alumni SMP SMA sampai Ph.D di negeri sekuler tapi pondasinya masih kuat, jadi jangan berharap sekolah yang merubahnya karena sebenarnya itu adalah memori awal setiap anak dalam berproses kedepan, kita tidak bisa menuntut anak menjadi sholeh jikalau lingkungan yang dilahirkan sudah bermasalah dari awal dan berharap pesantren bisa memperbaikinya, yang ada kembali ke setelan pabrik setelah keluar dari pesantren karena dari awal semua yang dilakukan di pesantren adalah tekanan bukan kesadaran atas ketaqwaan. Kalian bisa lihat bagaimana ramainya juga santri yang bertingkah di tiktok yang isi kontennya selayaknya masalah fathul izar dan sejenis perangai layaknya berita yang viral tentang rokok kemarin. Kacau tentu membuat orang semakin was was, saya bahkan berteman dengan yang sholeh justru dari alumni smp biasa ketimbang pesantren dan dia yang paling soleh di angkatan kami, jadi tidak jadi jaminan kalau yang alumni pesantren bisa jadi sholeh yang ada mentok bisa bahasa arab dipakai buat telponan sama pacar waktu pulang kerumah jadi orang rumah tidak tahu yang di omongin apa.
     Perlu diingatkan walau judulnya jangan menyekolahlan anak di pesantren, disini saya tidak serta merta mengatakan tidak untuk menyekolahkan anak ke pesantren tapi saya melarang membuang anak ke pesantren. Faktanya pesantren tempat terbaik untuk bersekolah, ada banyak juga teman saya yang benar-benar bergairah jadi pencadu ilmu setelah jadi alumni ponpes dan betah sekali ketika dipesatren banyak cerita seru yang bikin saya penasaran terutama dramanya yang lebih meriah ketimbang boardhing school umum, point penting ialah ia dapat tempat yang tepat selama di pesatren, Ia dapat suport orang tua yang penuh, teman yang positif sehingga ia tidak merasa terbuang atau diasingkan. Pesantren bisa menjadi tempat yang sangat bagus tapi pastikan kalian sudah seleksi dari berbagai berita "tidak lurus". jangan sampai juga berakhir kayak drama al zaytun.




#ponpes #pesantren 

No comments:

Post a Comment