Thursday 5 September 2024

Culture Shock perdana ke Kuala Lumpur "semoga gak saya seorang yang baru tahu"

Agak memalukan sebenarnya untuk menceritakan betapa planga dan bengongnya saya perdana ke Kuala Lumpur, terlihat sekali udik dan kamseupay kalau kata anak gen z namun cukup memorable bagi saya karena ini perjalanan perdana keluar negeri hihi. Saya sangat percaya perjalanan pertama akan membuka pintu selanjutnya jadi saya harus menulisnya untuk dikenang di kemudian hari betapa norak saya kala perdana keluar negeri dengan miskin informasi.

Culture Shock Perdana ke KL

     Sebenarnya ini list saya 6 tahun lalu namun karena satu dua alasan di tambah covid akhirnya tertunda sampai pasport saya harus ganti padahal kondisi masih ting ting belum tercolek sedikitpun. Akhirnya sekarang saya punya 2 pasport layanknya para sepuh traveller yang jam terbangnya sudah mirip orang rajin ke perpus.  Adapun Kejutan pertama saya sudah dimulai bahkan sebelum mendarat ke ibu kota negara ini. Saya duduk di posisi tepat di samping jendela untuk mendapatkan spot cantik kebutuhan story di igeh hehe dan siapa sangka ini sudah membuat saya terkejut karena ternyata setingkat ibu kota negara wilayah, kota ini dikerumuni oleh sangat banyak sekali lahan sawit sampai hilang peredaran mata saya pada sawit saking luasnya. Ini benar-benar bikin saya bengong karena bayangan saya layakanya jakarta yang padat gersang dengan tumpukan gedung-gedung atau pemukiman rumah susun yang bertabrakan, ternyata ibu kota negara in masih punya tempat benafas untuk pohon sawit (maksutnya ini ibu kota lho, pasti ruang kota terbatas saking padatnya tapi ini masih bisa gk habis pikir ). Akhirnya hal ini membuat saya menelusuri lebih tentang sawit di malaysia yang ternyata negara ini mempunyai perusahaan penghasil sawit terbesar ke  dua di dunia, jadi sejauh pengamatan saya di langit KL itu bukanlah seberapa ternyata karena di kota lain  pada negeri jiran ini ada yang lebih luas.

  Kebun sawit di Kuala lumpur

     Culture shock kedua saya kali ini berlanjut dalam perjalanan ke hotel, saya mengintip di balik jendela mobil jemputan memerhatikan dengan seksama bagaimana perjalanan disini terlihat ramai akan mobil tapi sepi akan keberadaan sepeda motor (saking sedikitnya saya tidak menemukan satupun grab motor atau sejenis pengedara online layaknya gojek di daerah kita.) Berita lainnya ialah ternyata negara ini tidak tersedia tukang parkir yang menjadi tsunami toko dari setiap usaha di tempat kita. Tiba-tiba saya langsung teringat dengan teman yang berasal dari medan, ia khusus menghubungi saya untuk memastikan di aceh ramai tukang parkir atau tidak saking parahnya kang parkir di medan dia mau beniat ambil formasi cpns disini katanya haha. Hmm jadi kepikiran tukang parkir profesi khas indonesia aja, atau ada negara lain yang ada sebenarnya

        Saya mulai menyadari Jikalau KL ini punyak timbangan beragam pada persendian tempat, misal banyak mobil tapi sedikit motor, begitu pun hewan disini banyak gagak tapi sedikit sekali kucing. Selama 4 hari hanya 3 ekor kucing yang saya temui setelah berlalu lalang ke beragam pojok tempat di kuala lumpur. Baik itu dari daerah pusat sampai ke pangkalan tepi susun tetap saja keberadaan kucing terlihat langka dan sebaliknya di daerah sini burung gagak imbarat ayam berlalu lalang mengudara di setiap tempat wisata dan itu sangat berisik di tambah bikin jalan setapak kotor pada beberapa sisi. Burung gagak tidak hanya berada di kawasan pusat tempat wisata layaknya di dekat petronas atau kawasan dekat pasar seni tapi mereka layaknya turis tersebar dimana-mana.

     Kejutan masih berlanjut,  perjalanan saya menuju ke pasar seni  untuk cuci mata membuat saya tahu jikalau loker di sana terpampang langsung di depan toko lengkap dengan gaji dan pretelanya (sebelumnya saya sempat photo tapi kehapus efek terlalu banyak photo). tentunya ini jarang di temukan di negara kita, bahkan sekiranya ada selayaknya di aceh mentok notif loker dan bagian,  persoalan gaji dan pretelannya tidak akan tertera langsung atau negoisasi kala wawancara. Yaa kalau kata orang sistem begini merusak aturan main para HRD jadinya susah diterapin di negara kita. Hmm pantesan banyak yang hijrah merantau keluar ya, saya juga jadi  tertarik kalau gini mana gaji 3500 ringgit malaysia lagi atau setara 12 juta kurang lebih untuk di toko lho ya bukan bumn. (ya tahu mata uang mereka lebih tinggi sih.) 


    Selama 4 hari disini banyak sisi baru Kuala Lumpur yang telah saya temui, belum lagi karakter orangnya jutek ngalahin para wisatawan bule yang sudah beradptasi dengan kata ramah tamah, bukan saja murah senyum tapi para bule disini menawari mengambil gambar saya yang kesulitan cekrek kala itu. Jujur agak berbeda dengan ekspetasi saya jadinya dengan warga lokal. Terkhusus kawasan elit dimana para warganya cukup bodo amat  kalau kasarnya muka "tapak sepatu" padahal kami bertanya waktu pagi jam 9 dimana kamar mandi, dan ia menjawab dua kata tanpa senyum dan intonasi datar. Akan terlihat normal kalau jam pulang karna lesu alias sudah hilang energi tapi ini pagi,  bahkan di jakarta gk gini amat" mungkin karena itulah banyak satpan sampai pusat informasi yg bertebaran disini" orang disini terlalu miskin senyum dan miskin kosakata saya juga sempat dapat kejadian lain ketika ingin membeli barang penjualnnya bahkan tidak melihat ke saya  dan cuma menjawab 25 Ringgit ketika saya tanya harga padahal ini bukan kawasan elit dan pagi juga. maksutnya untuk orang yang profesi berhadapan langsung dengan orang sangat tidak cocok. Semboyan kalau karyawan tidak senyum maka uang kembali tidak akan berlaku disini deh. Oya kalau kalian pernah ngalamin culture shock apa ni, atau ada yang samaan kala perdana kesini
#kualalumpur #malaysia #traveller #traveling #holiday 

No comments:

Post a Comment