Barat ke Timur mengenang sebuah kisah kasih di titik tengah indonesia
Inia lutarfus
December 10, 2019
2
Cerita ini bukan sekedar
campaign namun kisah kasih di perjalanan yang singkat kala itu. Sekiranya
kalian sedang tak santai, maka terima sarannku untuk melewati diary milenial
ala diriku, inia lutarfus.
“Disanalah kami berjumpa tanpa membuat
janji terlebih dahulu” : Kata orang, penggunaan kata takdir selalu melewati
momen dramatis. Namun saya tidak menemukan scenario tersebut dalam cerita kali
ini, lebih tepatnya saya percaya dengan istilah takdir, namun tidak dengan
syarat bumbu-bumbu dramatisnya.
Hallo kenalin “aku Sufra senang banget bisa jumpa
kamu lho” Begitulah suara hati mulai membantin. Ah tiba-tiba teringat sinetron
yang suara hati bisa diketahui para penonton, ckck. Singkatnya saya tak berani
menyampaikannya, entah karena terlalu pendiam, atau takut dia tak paham hingga
mempersulit ia dalam menerjemahkannya. Akhirnya saya memendam dan memilih
bercerita melalui tulisan saat ini. Hmm sedikit menyesal mengingatnya, mungkin
ini menjadi PR untuk saya agar belajar bahasa baru atau lebih tepatnya bahasa isyarat.
Namanya Sifra, gadis pendiam ini
mempunyai nama yang hampir serupa dengan ku, bedanya hanya penggunaan huruf
konsonan satu, Dia Sifra dan aku Sufra, sesuatu banget, terutama ketika
sadar saya dari pulau paling barat
Indonesia bertemu dengan dia yang berasal dari pulau paling timur Indonesia di titik paling tengah Indonesia.
Pertemuannya dengannya terbilang singkat namun, mampu menggali kenangan
lama tentang seseorang yang terkubur rapat.”
*****
*****
Status maba mempertemukan saya dengan seorang anak yang berasal dari papua. Kita sekelas tapi tak
sekarib kelas di SMA. Kalian pasti tahu
Mk Umum bagaimana sistemnya. Saya hanya sekedar tahu nama karena pernah melihat
dia muncul kala diskusi tentang Freeport, ya seorang lelaki padang menyebut
contoh Freeport sebagai PR lama yang tak becus diselesaikan, Dan saat itulah
dia muncul dengan narasi kotra pada lelaki tersebut, Singkat cerita dia
berdebat panjang dalam artian dia terniat membela Freeport. Saya yang se
idealis dengan si lelaki lebih memilih diam, bukan karena persoalan takut
berdebat tapi tidak ingin Berlagak menjadi tuan rumah yang lebih tahu tentang kondisi
itu, dan dari diskusi tersebut saya
berseluncur lebih tentang mosi ini, dan ternyata banyak juga tokoh penting
papua yang memilih diperpanjang alasannya juga beragam sesuai dengan keuntungan
masyarakat sekitar hingga kelihaian humasnya. Dari sinilah saya pahami bahwa setiap
orang berbicara sesuai kadar pengalamannya jadi saya tidak bisa berkata saya
paling benar atau dia yang paling salah, karena pengalaman dia memberikan
pemahaman demikian. Begitupun saya, sebesar apapun peluang yang ditampilkan saya
masih tetap pro dengan si lelaki padang
dengan dalih sampai sekarang papua masih tidur diatas emas yang kadang
beratapkan langit langsung, belum lagi melihat bangkai tambang yang tidak bisa
diperbaiki. Namun disini saya mencoba menghormati perbedaan pendapat dengan
landasan diatas tadi, “kita berbicara sesuai pemahaman, jadi yang perlu saya
lakukan ialah mentolerir pendapatnya walau sejujurnya saya tak seide denganya. Wah
akhirnya saya bisa mempraktekan toleransi tingkatan ke dua Yes..!!berdamai
dengan perbedaan pendapat.
Setelah tiga tahun berpindah ke kampus
tetangga, tanpa sadar bulan puasa 2018 saya bertemu dengannya di belakang
masjid raya baiturahman, sejujurnya tak niat menyapa karena memang tak akrab,
“Hai mar,” namun jiwa sangguinis tiba-tiba saja muncul, sontak dia terlihat
bingung, namun dalam bingung dia membalas menyapa untuk menolong saya yang
terlihat kobong, duh dia terlihat berpikir keras sejatinya pernah jumpa tapi
lupa nama dan dimana, “Kita pernah satu mk umum dulu, waktu aku masih di
ekonomi sekarang aku pindah kampus.” Tambahku untuk membantu menjawab rasa
penasaranya “Owalah, aku ingat! Ya ampun apa kabar ” katanya terlihat antusias
sambil memeluk saya secara spontan. Dan sekarang saya yang terkejut karena
berulang kali ketemu dengan teman lama dari fakultas yang sama tak ada yang
merespon seantusia begini. Bahkan sebaliknya untuk orang yang masih terlihat asing ternyata lebih ramah kala
berkesempatan jumpa lagi. . Saya masih ingat kala terakhir ucapan sebelum
berpisah “semangat puasanya” bentar lagi berbuka. Duh dia lebih peduli
ketimbang doi yang tak pernah kabarin Dari sinilah saya mulai tertarik dengan papua
lebih dari daerah metropolitan lainnya. Dia terlihat cukup ramah dalam
mempraktekan keragaman. Karena umumnya ada sekolompok orang yang kala pergi
kesebuah daerah, kota atau negeri akan memilih bergabung dengan komunitas asal /
tidak membaur dengan masyarakat sekitar. Saya belajar toleransi dari sekolompok
orang seperti dia, yang mana bisa
mempraktekan budaya berbagi kasih dimanapun
berada. Karena saya percaya kelak saya akan menjadi minoritas di negeri orang
entah sebagai mahasiswa, bekerja atau sekedar happy-happy.
Dear readers " Tak masalah dengan perbedaan, karena dengan berbeda kita bisa belajar menghormati keragaman. kelak dunia akan lebih warna-warni lagi, begitupun dengan perjalannmu nanti.
Dear readers " Tak masalah dengan perbedaan, karena dengan berbeda kita bisa belajar menghormati keragaman. kelak dunia akan lebih warna-warni lagi, begitupun dengan perjalannmu nanti.